Sabtu, 18 Juli 2009

Kerja keras untuk Surga

Hari ini sangat terasa sekali keagungan Allah SWT melalui berbagai fenomena yang terjadi. Entah saya yang ge'er atau bagaimana, dunia terasa terang benderang, tiada beban dalam hidup ini. Bahagia. Saya baca beberapa informasi mengenai keadaan sosial - ekonomi di lingkungan sekitar. Banyak kejadian yang menurut saya bernada sama. Kriminal, depresi rumah tangga, hiruk pikuk bisnis, dan lain sebagainya. Saya bandingkan dengan zaman-zaman yang telah berlalu melalui beberapa literatur, ternyata masalah manusia sama saja. Ketamakan, ketakutan, keserakahan, dll selalu mengintai hidup kita. Tentunya semua orang juga tahu bahwa kita sendirilah yang menghadirkan masalah itu. Kita sendiri yang mengundangnya dari pikiran-pikiran yang dipenuhi rasa takut, serakah, dll. Sehingga semakin komplexlah keadaan sosial kita sekarang. Memang sangat benar sabda Rosulullah SAW yang mengisyaratkan bahwa untuk menjaga keselamatan kita harus berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan Sunnah. Ini sangat terasa benar melalui pengalaman spiritual yang saya alami. Beberapa kejadian yang terjadi di sekeliling saya dimaknai melalui sudut pandang Islam. Memang berbeda. Beberapa sumber menyebutkan bahwa sekarang kita telah memasuki era spiritual dimana pencarian manusia akan jati dirinya dan kebahagiaan telah mulai digapai. Memang banyak sekali pelatihan menuju kebahagiaan atau kepuasan spiritual ini, tapi yang paling penting setelah melalui pelatihan itu adalah berusaha menghadirkan suasana tersebut dalam keseharian. Ini merupakan perjuangan yang tidak ringan. Ibarat orang membangun kekayaan yang memerlukan kerja keras. Ini pun memerlukan komitmen kita. Pantas saja ustadz saya bilang bahwa untuk mencapai surga harus melalui rintangan yang sangat keras (penuh dengan duri, jalan yang sepi). Ternyata bagi saya sekarang itu semuanya masuk akal. Untuk menghadirkan kebahagiaan di dunia pun harus kerja keras & cerdas. Apalagi dengan surga Allah SWT nanti?

Jumat, 03 Juli 2009

Wahai Para Politisi, Sudahkah Anda Bahagia?

Kembali saya mendengarkan talkshow pada radio Smart FM Jakarta (95,9FM). Tadinya niat saya adalah mencari inspirasi untuk membuat artikel kampanye STOP DREAMING START ACTION-nya Joko Susilo, tapi ya sudahlah saya tulis liputan yang sebenarnnya saja. Pagi ini Jumat (3/7) jam 07.00 wib membahas tentang kebahagiaan. Arvan Pradiansyah, seorang pengarang buku The 7 Law Of Happiness yang menjadi narasumbernya. Beliau adalah seorang lulusan FISIP. Informasinya sangat menarik, kebetulan beliau juga sudah melaunching buku barunya yang berjudul Kalau Mau Bahagia Jangan Jadi Politisi. Berikut adalah cuplikan dari acara tersebut: Tahun 2009 adalah tahun politik, dimana banyak sekali kegiatan-kegiatan politik nasional dan daerah. Politik merupakan gejala normal dalam kehidupan. Ada baiknya kita menyamakan dulu pengertian dari kata politik. Politik adalah sebuah usaha atau upaya untuk membuat orang lain atau masyarakat menjadi sejahtera. Tanpa politik keadaan masyarakat akan kacau, yang bisa menimbulkan adanya hukum rimba. Ini diusahakan dengan cara membuat aturan main (hukum) yang disepakati bersama. Politik sangatlah berguna bagi kehidupan sehari-hari. Banyak orang di masyarakat kita apatis dengan kegiatan perpolitikan. Mereka memandang politik sebagai kegiatan-kegiatan kotor. Sebelum mengarah lebih jauh, ada baiknya kita mengenal istilah Politisi. Politisi atau politikus adalah orang yang bekerja di ranah politik. Seorang negarawan Perancis yang bernama Charles de Gaul dengan bijaknya mengatakan bahwa urusan politik terlalu serius kalau diberikan kepada politisi. Ada baiknya politik diberikan kepada seorang profesional. Kenapa? karena di situ kegiatan politik akan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Berikut ini adalah perbedaan antara dasar pemikiran politik yang dianut sekarang dengan dasar kebahagiaan berdasarkan cinta: Getting vs Giving. Politisi selalu berpikir who get, what, when, how. Siapa yang mendapat, apa yang didapat, kapan itu didapatkan, bagaimana cara mendapatkan. Sedangkan prinsip kebahagiaan adalah memberi, memberi dan memberi. Selama ini kita melihat bagaimana suatu koalisi yang acak-acakan baik itu di tingkat nasional atau daerah. Hal ini dikarenakan dasar pemikiran yang berbeda. Bagaimanapun ketika mereka membicarakan soal kesamaan platform maka yang sebenarnya terjadi adalah bukan itu. Bukan platform yang sama, bukan cita-cita yang sama, tapi kepentingan yang sama. Kepentingan vs Cinta. Dalam pakem perpolitikan sekarang ada istilah: tidak ada teman atau musuh yang abadi. Yang abadi hanya kepentingan. Ini jelas akan membuat bingung. Tidak jelas mana teman & mana musuh. Tapi ada juga pepatah politik yang mengatakan; temannya musuh adalah musuh kita, musuhnya teman adalah musuh kita, musuhnya musuh adalah teman kita. Komentar penulis: prinsip ini akan membuat kita selalu mencampuri urusan orang lain. Berpihak kepada tokoh (group oriented) vs Berpihak Kepada Kebenaran. Dalam kancah perpolitikan sungguh banyak orang (politisi) yang selalu membela tokohnya walaupun salah. Mereka mengupayakan berbagai macam cara untuk membela seseorang. Beberapa Pengamat Politik yang seharusnya netral, telah mempertaruhkan namanya sebagai pengamat dengan cara berpihak kepada seseorang. Sudah jelas salah kok masih dibela. Berjuang untuk mengalahkan orang lain vs Berjuang mengalahkan diri sendiri. Kita analogikan sebagai berikut: seorang politisi melihat dunia sebagai kue. Ketika orang lain sudah mendapatkan bagiannya maka dia berpikir akan mendapatkan sisanya. Maka berupayalah dia supaya mendapatkan kue itu utuh menjadi bagiannya. Mereka berprinsip senang melihat lawan politik susah dan susah melihat lawan politik senang. Lain lagi dengan prinsip cinta yang dikutip dari kata-kata Sang Budha: ribuan lilin bisa dinyalakan dari sebatang lilin. Berusaha agar terlihat baik (looks good) vs Berusaha agar menjadi baik (be good). Apakah ada politisi yang memberi? Jawabannya adalah Banyak! Mereka berbagi kepada masyarakat tentang informasi & kesempatan. Bekerja untuk masyarakat agar lebih baik. Bahkan ada yang membagikan uangnya, memberikan bersak-sak semen, membagikan buku-buku kepada murid-murid SD, memberikan bantuan kepada rakyat yang terkena musibah lalu setelah itu berfoto-foto di tempat tersebut di bawah benderanya, dll. Pertanyaannya itu semua atas dasar motivasi apa? Komentar penulis: Secara kasat mata kita bisa melihat keikhlasan mereka dalam memberi. Ketika sukses mereka memberi lagi hadiah kepada para pendukungnya (mereka hanya memberi kepada orang yang disinyalir akan memberikan suaranya). Tapi apa yang terjadi ketika mereka gagal? apa yang terjadi dengan barang pemberiannya? Tentunya banyak media yang membahasnya. Ada 2 pertanyaan dari sekian pertanyaan yang berhasil saya rekam: Bagaimana cara saya memilih tanggal 8 Juli nanti? Jawab: Jangan terpengaruh dengan janji, karena janji itu hanya teori. Lihat apa yang sudah dilakukannya? Past behaviour predicted future behaviour. Kebiasaan lama mencerminkan kebiasaan yang akan datang. Bagaimana kalau saya golput? apakah sebagai masyarakat biasa kita bisa berpartisipasi dalam politik? Jawab: justru orang biasa harus berpartisipasi di politik. Jangan menjadi golput atau apatis. Jika kita tidak pernah turut memikirkan politik maka wadah-wadah politik akan diisi oleh POLITISI yang membawa jauh perpolitikan dari kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat. Arvan Pradiansyah menghimbau kalau mau bahagia jadilah seorang negarawan. Pola pikir seorang politisi adalah berprinsip who get, what, when, how, mengatasnamakan platform, dan selalu memikirkan pemilihan yang akan datang. Lain lagi dengan seorang Negarawan yang berprinsip why & where. Mengapa-tentunya ini melibatkan hati nurani. Kemana-ini menyangkut visi dan platform. Yang paling utama seorang negarawan selalu memikirkan generasi yang akan datang, yang akan meneruskan visinya. Semoga provokasi ini bisa menembus kedalam sel-sel otak pembacanya dan berpengaruh besar terhadap kehidupannya. Semoga menjadi lebih berbahagia.

Rabu, 01 Juli 2009

Titik Balik Peradaban Dunia

Ketika saya menonton DVD kiriman Pak Nasrullah mengenai bisnis properti syariah, di situ dijelaskan bahwa negara-negara barat yang kemajuannya sekarang belum tertandingi telah mencapai tingkat pemikiran dan perasaan yang sangat maju. Dijelaskan bahwa pemikiran yang selalu positif, diikuti perasaan yang baik akan membawa pada kemajuan individu. Yang mana bila hal ini dilakukan secara kolektif akan membawa kepada kemajuan pada bangsanya. Memang tidak 100% orang barat yang melaksanakan hal ini. Mungkin kurang dari setengahnya tapi dampak kemajuannya sangat luar biasa. Jika kita sendiri yang melihat kehidupan di negara-negara maju tentunya kita akan merasa sangat ingin untuk hidup di sana. Dari persoalan kehidupan yang sepele hingga yang paling besar sekalipun, sangat terlihat perbedaan antara kehidupan mereka dengan kita. Terutama pada bidang pelayanan masyarakat, bidang militer, ekonomi, olah raga, dll semua mereka kuasai. Disanalah tempat lahirnya multi milyuner, tokoh-tokoh besar, para penemu dan para penguasa. Sepertinya mereka telah menemukan ramuan ajaib untuk hidup di alam dunia ini. Namun sayang masih ada yang kurang pada diri mereka, yaitu keserakahan dan cinta dunia yang terus diikuti dalam kehidupannya. Angka bunuh diri meningkat pesat, kecanduan narkoba, pelanggaran HAM, keretakan rumah tangga dan perang yang merebak di mana-mana telah menjadi kehidupan sehari-hari mereka. Inikah yang mereka inginkan? Betulkah konsep mereka ini telah sempurna? Sepertinya ini akan menjadi titik balik dari peradaban mereka. Siapa sangka Lehman Brothers yang telah menjadi simbol kejayaan mereka selama 150 tahun, hancur bersama dengan perusahaan kapitalis lainnya. Materialisme yang mereka agungkan, yang segalanya selalu dihitung dari sudut materi, yang mana manusia dipandang sebagai benda dan objek pasar, perlahan-lahan akan masuk kotak karena perkembangan zaman. Hal ini bukannya tidak disadari oleh mereka, Robert T. Kiyosaki -seorang kapitalis- mengatakan bahwa dunia akan mengalami kebangkrutan dengan interval yang semakin cepat. Nah, sekarang bagaimana dengan Bangsa Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat dunia?