Senin, 22 Juni 2009

Action Penentu Terwujudnya Dreaming

Membaca artikel Joko Susilo yang sedang mengkampanyekan Stop Dreaming Start Action, saya jadi teringat akan buku ESQ karya Ary Ginanjar Agustian. Dalam salah satu pembahasannya disebutkan bahwa, cita-cita atau impian itu cetak biru suatu tujuan. Cetak biru ini akan ada padanannya yang berbentuk kenyataan. Ketika kita mempunyai impian (abstrak) maka sebenarnya impian itu telah mempunyai padanannya dalam bentuk riil. Tinggal bagaimana cara kita dalam mewujudkannya. Disinilah peran Action, sebagai pengantar sekaligus penjemput impian kita menjadi kenyataan. Sejauh ini saya melihat banyak sekali teman-teman yang, alhamdulillah, sudah mulai berani bermimpi. Selama ini orang-orang tua kita kebanyakan mengajarkan agar anak-anaknya untuk selalu "melihat kenyataan" dan "melihat kebelakang". "Kita kan orang kampung, gak usah sekolah tinggi-tinggi", "sudah jangan terlalu melambung pikiranmu nanti gak kesampaian", "ulah sok ngalamun bisi teu ngalaman" (jangan suka melamun takut tidak mengalami). Itulah kata-kata yang sepintas memang benar tapi sebenarnya sedang membunuh kreativitas seorang anak. Maka sang anak pun kembali ke dunia yang biasa-biasa saja. Saya tidak berniat untuk menyalahkan para orang tua kebanyakan. Saya sangat memaklumi pendirian mereka itu. Sebenarnya mereka berkata demikian adalah untuk melindungi anak-anaknya. Mereka tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan mengarahkan pendirian anak-anaknya. Mungkin mereka belum mengenal ilmu motivasi seperti yang ada di berbagai media massa baru-baru ini. Buktinya mereka akan sangat senang ketika dream si anak terwujud. Dulu ketika belum terwujud, si ortu ini bingung karena keadaan yang serba tidak memungkinkan. Ketika kita sudah mulai berani mempunyai impian, maka langkah selanjutnya adalah Action, itu teorinya. Tapi yang terjadi adalah kita macet untuk melakukan Action. Kenapa? Salah satunya adalah karena rasa takut. Ya, rasa takut telah menjadi penghalang terbesar dalam meraih tujuan-tujuan hidup. Ketakutan ini biasanya menjelma ke dalam berbagai bentuk alasan. Baik itu yang logis sampai yang mengada-ada. Contohnya adalah takut dikritik oleh orang lain. Padahal sebagus apapun atau sebaik apapun karya kita, tetap saja ada pro dan kontra. Intinya, kita tidak bisa memuaskan semua orang. Kanan diperbaiki, kiri mencela. Kiri dibikin bagus, eh.. yang kanan protes habis-habisan. Betul kita harus mendengarkan keluhan orang lain tapi tidak semua bisa ditanggapi. Joko Susilo membahas dalam salah satu artikelnya bahwa yang membedakan antara pemenang dan pecundang itu adalah Action. Hampir semua Action untuk meraih Dreaming biasanya harus keluar dari zona nyaman. Ini juga bisa jadi salah satu penghalang, orang kadang takut untuk keluar dari zona nyaman. Karena menurut pemikirannya disitu sudah menanti hukuman. Entah itu dikucilkan orang lain, menurunnya kepercayaan masyarakat, terganggunya waktu dengan keluarga, kesenangan yang terbengkalai dan lain-lain. Jadi, untuk meraih dreaming biasanya diperlukan mental yang kuat. Kegagalan demi kegagalan akan terus menghampiri itu sudah hukum alam. Mengenai kegagalan, ini juga diperlukan sudut pandang yang baru. Memandang kegagalan sebagai batu pijakan akan lebih ringan dibandingkan dengan memandang kegagalan sebagai batu sandungan. Hasilnya akan jauh berbeda. Jika boleh saya ibaratkan; dreaming/impian itu sebagai tempat tujuan, action/bertindak itu adalah kendaraannya, motivasi sebagai bahan bakarnya, perencanaan sebagai penunjuk jalan, evaluasi sebagai setirnya supaya tidak ngawur ke sana-sini. Oleh karena itu saya sangat mendukung kampanye Stop Dreaming Start Action. Jadi ketika ANDA sudah punya tujuan atau DREAMING, segera naiki kendaraannya dan GO ACTION!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar